27 May 2015

Cita-cita dan Kekeraskepalaan

Ketika manusia dilahirkan dia akan hidup bergantung pada semua parameter kehidupan yang melekat pada keluarganya, termasuk tata-nilai dan pandangan hidup, basis produksi dan tata-konsumsi. Namun begitu semua indera mulai berfungsi optimal, dimana data-data yang diperoleh kemudian diproses batang otak dengan ribuan girus abu-abunya, semua parameter kehidupan yang melekat pada keluarganya berperan sebagai bobot penimbang. Perlahan ketika dia tumbuh hingga dewasa, hanya sebagian saja dari parameter kehidupan yang melekat pada keluarganya menjadi bobot penimbang semua proses di batang otak dengan ribuan girus abu-abunya. Bobot penimbang lain dia peroleh dari pergaulan sehari-hari, serta, ini yang terpenting, pelajaran dan pengalamannya menangani semua masalah yang dihadapi. Sikap dan tindak keperintisan atau kepeloporan pun tumbuh melalui proses campuran yang rumit antara sosial, biologik, ekologik, ekonomik dan politik, yang menghasilkan bobot penimbang yang unik, nyeleneh dan bahkan dianggap gila oleh sebagian penganut kelaziman.



Dengan proses yang sedemikian rumit, cita-cita bagi seorang perintis adalah keluar dari kungkungan hidup yang menurutnya sangat merendahkan harkat dan martabatnya sebagai manusia, baik secara biologik, sosial, ekonomik maupun politik. Bagi seorang perintis, pergulatan diskursif tentang hidup dan kehidupan yang merendahkan harkat dan martabatnya, serta hal lain yang dianggap sebagai teka-teki dan misteri mungkin dilalui melalui permenungan mendalam tentang data dan fakta yang ditangkap inderanya, merujuk kepada semua parameter kehidupannya sebagai bobot penimbang. Yang justru mengagumkan bagi saya adalah pada tahap tindakannya, yang tentu saja sudah melalui pengambilan keputusan, berangkat dari satu keyakinan kuat. Seperti semua tindakan baru, hal terpenting adalah langkah awal ketika semua ini dimulai. Rasa ragu dan takut yang menyertai adalah hal yang manusiawi. Tetapi keyakinan seorang perintis pada cita-citanya menjadi adrenalin yang menggoyang semua sinapsis seluruh sistem syaraf tubuh, menggerakkan sistem hormonalnya yang bersinergi mendorong langkah awal itu.

Ketika langkah demi langkah dia ayunkan, inderanya menangkap suara-suara dan pandangan-pandangan yang merendahkan. Semua itu adalah data dan fakta yang dia tangkap, lalu diproses oleh batang otak serta seluruh girus abu-abunya, dikalikan dengan semua bobot penimbang, yang menghasilkan keputusan: Terus atau berhenti atau lari. Operasi matematika di dalam otak seorang perintis dalam mengambil keputusan untuk terus melangkah, berhenti atau lari dari masalah, adalah tantangan sehari-hari, yang pelan-pelan dia ubah menjadi asupan makanan bagi otaknya. Seperti halnya makanan, ada yang enak, terasa aneh, serta tidak enak dikunyah. Tentu itu menjadi keputusan sang perintis untuk meludahkan makanan tidak enak itu atau terus menelannya. Tetapi yang terpenting, proses rumit itu sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari seorang perintis.

Kekeraskepalaan seorang perintis bisa jadi tidak harus merupakan sifat yang menyiri kepribadiannya. Kekeraskepalaan itu lebih bermakna sebagai keyakinan pada cita-citanya. Keyakinan pada jalan yang dia pilih. Dan keteguhan untuk terus melangkah hingga apa yang dia sebut sebagai cita-cita dapat dicapai. Apa yang sesungguhnya dia harapkan ketika cita-cita itu berhasil dicapai? Kemenangan dengan segala keriaan untuk merayakannya? Justru ini yang menarik. Di seluruh langkah-langkah aneh, nyeleneh dan gilanya, sedikit demi sedikit orang-orang di sekitarnya mencermati sang perintis. Sebagian dari mereka mulai mengikuti langkahnya. Sebagian bertahan mencibir. Hingga tercapai massa kritis, ketika orang-orang di sekitarnya mengamini dan bahkan meniru serta mengikuti langkah-langkah sang perintis, cita-cita yang ada di kepala sang perintis tidak lagi relevan. Yang menjadi penting bagi sang perintis adalah tumbuhnya kepercayaan masyarakat pada cita-cita dan langkah-langkah yang dia pilih. Kekeraskepalan sang perintis adalah bentuk kerja sangat keras mengalahkan egonya serta memenangkan kepercayaan masyarakat.

No comments:

Post a Comment